Selasa, 11 September 2012

Tentang Sebuah Mimpi



“Mimpi, ya.. ini hanya mimpi.” Gumamku dalam hati ketika aku berada di dalam sebuah ruangan berukuran sekitar 15x10 meter dengan motif coklat yang masih terasa asing bagiku. Ya, saat itu aku bersama 51 orang lainnya_yang katanya adalah sarjana terbaik bangsa_sedang menunggu kedatangan Ketua Gerakan Indonesia Mengajar, Pak Anies Baswedan, yang pada saat itu akan membuka Pelatihan Intensif Calon Pengajar Muda V secara resmi. Tapi ternyata semua yang aku alami itu bukanlah mimpi, ini kenyataan, aku benar-benar sedang berada di antara anak-anak muda yang menurut hipotesis awalku mereka adalah orang-orang hebat.
“Keberadaan kalian di sini adalah bukti bahwa ibu kita masih melahirkan para pejuang.” Ucap Pak Anies di tengah-tengah sambutannya. Aku tidak bisa menutupi kebahagiaanku, bagaimana tidak,  selama ini aku hanya bisa melihat dan mendengar kata-kata bijak dari orang yang termasuk 100 tokoh intelektual muda dunia tersebut di layar tv, tapi kali ini dia benar-benar ada di depanku. Sekali lagi aku merasa bahwa semua ini adalah mimpi, mimpi yang aku tak ingin cepat berakhir.
Setelah pelatihan intensif CPM resmi dibuka, pikiran ini kembali dikoyah oleh perasaan minder dalam diri. Perasaan yang mungkin menghinggapi hampir semua orang yang berasal dari daerah terluar di negeri ini ketika bertemu dengan orang-orang hebat dari daerah barat, khususnya Pulau Jawa. Perasaan itu sebenarnya sudah muncul sejak aku melihat nama-nama CPM yang lolos seleksi. Dari 53 nama yang ada, hampir semua adalah alumni universitas ternama di negeri ini dan bahkan dari luar negeri. Dan aku.. aku hanya alumni sebuah universitas yang mungkin tidak semua dari CPM mengenalnya, bahkan untuk menyebutkan namanya sekalipun banyak yang terbata-bata. Akupun merasa berada di dunia mimpi melihat namaku disandingkan dengan sarjana-sarjana terbaik  bangsa itu. Namun aku tidak mau terlalu lama larut dalam kekhawatiran tersebut, bukankah setiap orang itu unik dan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ya, paling tidak aku hanya memiliki satu kekurangan, yaitu tidak punya kelebihan. :D
Memasuki akhir minggu ketiga dari tujuh minggu pelatihan, akupun masih merasa bahwa ini adalah mimpi. Terlebih lagi ketika para pemateri mengatakan bahwa kami adalah putra-putri terbaik bangsa yang siap menggali dan menginspirasi mutiara-mutiara terpendam yang terpendam di seluruh penjuru republik ini. Benarkah aku adalah salah satu putra terbaik bangsa? Benarkah aku sanggup menginspirasi mereka? Hah... sepertinya labelling itu tidak cocok disematkan padaku, meskipun aku telah mendapatkan banyak ilmu baru selama pelatihan ini.
“Kabupaten Tulang Bawang Barat; Angga, Kuat Indra, Monica, Farida, Fara, Risa, Andi Ahmadi.” Ucap Mas Mansur Ridho saat membacakan pengumuman lokasi penempatan. Glek.. seketika badan ini terasa lemas, entah apa sebabnya aku sendiri juga masih bingung. Sekali lagi, seakan aku masih berada dalam alam  mimpi. Aku tidak pernah membayangkan akan menginjakkan kaki di Pulau Sumatera, terlebih lagi kepergianku ke sana dengan membawa tanggung jawab yang sangat besar. Akupun berusaha bangun dari mimpi ini, namun tetap juga tak bisa. Aku tidak bisa, karena semua ini bukan mimpi, tapi kenyataan yang harus aku jalani dan aku alami. Aku mencoba membuka kembali memoriku, mencoba menemukan kembali niat dan motivasi awal aku bergabung dengan gerakan ini. Dan akhirnya, perlahan aku mencoba menata hatiku sesuai dengan apa yang dikatakan Dik Doank malam itu; Ikhlas.