“Mimpi,
ya.. ini hanya mimpi.” Gumamku dalam hati ketika aku berada di dalam sebuah
ruangan berukuran sekitar 15x10 meter dengan motif coklat yang masih terasa
asing bagiku. Ya, saat itu aku bersama 51 orang lainnya_yang katanya adalah
sarjana terbaik bangsa_sedang menunggu kedatangan Ketua Gerakan Indonesia
Mengajar, Pak Anies Baswedan, yang pada saat itu akan membuka Pelatihan
Intensif Calon Pengajar Muda V secara resmi. Tapi ternyata semua yang aku alami
itu bukanlah mimpi, ini kenyataan, aku benar-benar sedang berada di antara
anak-anak muda yang menurut hipotesis awalku mereka adalah orang-orang hebat.
“Keberadaan
kalian di sini adalah bukti bahwa ibu kita masih melahirkan para pejuang.” Ucap
Pak Anies di tengah-tengah sambutannya. Aku tidak bisa menutupi kebahagiaanku,
bagaimana tidak, selama ini aku hanya
bisa melihat dan mendengar kata-kata bijak dari orang yang termasuk 100 tokoh
intelektual muda dunia tersebut di layar tv, tapi kali ini dia benar-benar ada
di depanku. Sekali lagi aku merasa bahwa semua ini adalah mimpi, mimpi yang aku
tak ingin cepat berakhir.
Setelah
pelatihan intensif CPM resmi dibuka, pikiran ini kembali dikoyah oleh perasaan
minder dalam diri. Perasaan yang mungkin menghinggapi hampir semua orang yang
berasal dari daerah terluar di negeri ini ketika bertemu dengan orang-orang
hebat dari daerah barat, khususnya Pulau Jawa. Perasaan itu sebenarnya sudah
muncul sejak aku melihat nama-nama CPM yang lolos seleksi. Dari 53 nama yang
ada, hampir semua adalah alumni universitas ternama di negeri ini dan bahkan
dari luar negeri. Dan aku.. aku hanya alumni sebuah universitas yang mungkin
tidak semua dari CPM mengenalnya, bahkan untuk menyebutkan namanya sekalipun
banyak yang terbata-bata. Akupun merasa berada di dunia mimpi melihat namaku disandingkan
dengan sarjana-sarjana terbaik bangsa
itu. Namun aku tidak mau terlalu lama larut dalam kekhawatiran tersebut,
bukankah setiap orang itu unik dan mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Ya, paling tidak aku hanya memiliki satu kekurangan, yaitu tidak
punya kelebihan. :D
Memasuki
akhir minggu ketiga dari tujuh minggu pelatihan, akupun masih merasa bahwa ini
adalah mimpi. Terlebih lagi ketika para pemateri mengatakan bahwa kami adalah
putra-putri terbaik bangsa yang siap menggali dan menginspirasi mutiara-mutiara
terpendam yang terpendam di seluruh penjuru republik ini. Benarkah aku adalah
salah satu putra terbaik bangsa? Benarkah aku sanggup menginspirasi mereka?
Hah... sepertinya labelling itu tidak
cocok disematkan padaku, meskipun aku telah mendapatkan banyak ilmu baru selama
pelatihan ini.
“Kabupaten
Tulang Bawang Barat; Angga, Kuat Indra, Monica, Farida, Fara, Risa, Andi
Ahmadi.” Ucap Mas Mansur Ridho saat membacakan pengumuman lokasi penempatan.
Glek.. seketika badan ini terasa lemas, entah apa sebabnya aku sendiri juga
masih bingung. Sekali lagi, seakan aku masih berada dalam alam mimpi. Aku tidak pernah membayangkan akan
menginjakkan kaki di Pulau Sumatera, terlebih lagi kepergianku ke sana dengan
membawa tanggung jawab yang sangat besar. Akupun berusaha bangun dari mimpi
ini, namun tetap juga tak bisa. Aku tidak bisa, karena semua ini bukan mimpi,
tapi kenyataan yang harus aku jalani dan aku alami. Aku mencoba membuka kembali
memoriku, mencoba menemukan kembali niat dan motivasi awal aku bergabung dengan
gerakan ini. Dan akhirnya, perlahan aku mencoba menata hatiku sesuai dengan apa
yang dikatakan Dik Doank malam itu; Ikhlas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar