“Mencari
pengalaman, ingin bermanfaat bagi orang lain, dan sebagai wujud pengabdian
terhadap bangsa.” Itulah jawabanku ketika aku ditanya mengenai alasanku
mendaftar sebagai Pengajar Muda_ Indonesia Mengajar. Namun kini aku ragu dengan
pernyataanku tersebut, lebih tepatnya mungkin niatku sudah sedikit
terkontaminasi. Terlebih ketika aku diperhadapkan dengan daerah penempatan
dimana PM V akan mengajar. Ada sedikit rasa berharap terhadap daerah
penempatan, bahkan sampai berharap siapa yang akan menjadi teman sekelompok di
daerah penempatan tersebut. Apakah mungkin niatku sudah tidak lurus? Padahal
dulu niatku semata-mata ingin menggali dan menginspirasi para mutiara terpendam
yang ada di semenanjung republik ini, tidak peduli itu dimana dan dengan siapa.
Arrrgh.... apakah ada yang salah dengan hatiku? Apakah aku masih layak menjadi
Pengajar Muda?
Pagi
itu daerah penempatan untuk Pengajar Muda angatan V diumumkan. Aku berusaha
untuk menutupi kekhawatiranku sembari berdoa dalam hati, ya Allah, semoga
engkau pilihkan bagiku teman-teman dan daerah penempatan seperti yang aku
harapkan. Dan ternyata kekhawatiranku benar-benar terjadi. Untuk urusan daerah
penempatan mungkin tidak ada masalah, paling tidak sedikit sesuai dengan
harapanku; ditempatkan di wilayah bagian barat. Namun, sungguh di luar dugaan
dan harapan, aku mendapatkan teman sepenempatan yang secara hubungan emosional
kami agak jauh, meskipun ada satu orang yang aku sudah tahu karakternya dan
kami agak dekat. Jika pagi itu mungkin beberapa teman tepuk tangan gembira saat
mengetahui daerah penempatannya, tapi tidak denganku. Aku sedikit kecewa
meskipun aku harus memaksa bibir ini agar tetap tersenyum.
Pertanyaan
demi pertanyaanpun muncul di pikiranku, namun semua adalah bentuk pembelaan
terhadap harapanku yang tidak terwujud. Bahkan motivasiku sempat droop pasca pengumuman tersebut. Namun
aku tidak mau terlalu lama larut dalam kegalauan ini. Ingat niat awalmu Andi...
Akupun berusaha mengingat kembali perkataan dari beberapa orang yang pernah
menasihatiku tentang keikhlasan, kuhadirkan kembali di pikiranku pesan dari Pak
Anies Baswedan ketika memberikan sambutan pada pembukaan pelatihan, dan tentunya
pesan dari Dik Doank beberapa malam yang
lalu cukup menjadi “tamparan keras” bagiku. Ya, aku harus bisa mengendalikan
diriku sendiri. Bagaimana mungkin aku bisa mengendalikan murid-muridku di sana
nanti kalau mengendalikan diri sendiri saja aku tidak sanggup. Bagaimana
mungkin aku bisa menginspirasi mereka jika ternyata aku sendiri yang sebenarnya
membutuhkan inspirasi. Bagaimana mungkin aku bisa mengilapkan mutiara tersebut
sementara aku tidak ikhlas, tidak bekerja dengan hati. Bukankah di sana nanti
kami akan disebar di sekolah masing-masing. Bukankah teman yang aku harapkan
bersamaku belum tentu punya keinginan yang sama denganku? Bukankah teman
sekelompokku adalah orang-orang yang unik dengan kehebatannya masing-masing? Dan
bukankah rencana Tuhan itu adalah sebaik-baik rencana? Tuhan lebih tahu mana
yang terbaik untuk kita. Ya, paling tidak ini semua akan semakin mendewasakan umurku.
Semua akan terjawab saat nanti aku telah menjalani dan mengalami setahun di
Tulang Bawang Barat. Dan akan aku ceritakan kembali nanti melalui goresanku bahwa
semua yang digariskan Tuhan adalah sebuah keindahan yang terkadang kita tidak
mampu memahaminya.
Jatiluhur, 30 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar